Senin 09 Oct 2023 13:18 WIB

Gelombang Panas tak Kunjung Usai, Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?

Gelombang panas merupakan salah satu fenomena alam yang paling berbahaya.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Gelombang panas ekstrem menjadi lebih sering terjadi, dan suhu yang dirasakan juga terus meningkat.
Foto:

Suhu yang melonjak menghantam Belahan Bumi Utara pada musim panas ini. Di Amerika Serikat, lebih dari 2.000 rekor suhu tinggi telah dipecahkan dalam 30 hari terakhir, menurut data federal. Di Eropa Selatan, sebuah observatorium di Palermo, Sisilia, yang telah mencatat suhu di pantai Mediterania sejak tahun 1791, mencapai 47 derajat Celcius pada hari Senin, memecahkan rekor tertinggi sebelumnya.

Begitupun di Cina, sebuah kota kecil di barat laut baru-baru ini mencatat suhu terpanas dalam sejarah negara tersebut. Bulan Juli kemungkinan besar akan menjadi bulan terpanas di Bumi sejak pencatatan dilakukan.

"Tanpa perubahan iklim, kita tidak akan melihat hal ini sama sekali atau akan sangat jarang terjadi," kata Friederike Otto, seorang ilmuwan iklim di Imperial College London yang membantu memimpin penelitian baru ini sebagai bagian dari kelompok kolaboratif World Weather Attribution, seperti dilansir NPR, Senin (9/10/2023).

Menurut peneliti, El Nino yang merupakan sebuah pola cuaca alami, juga kemungkinan besar berkontribusi pada sebagian panas. Tetapi, pembakaran bahan bakar fosil adalah alasan utama mengapa gelombang panas ini begitu parah.

Untuk menentukan peran apa yang dimainkan oleh pemanasan tersebut terhadap gelombang panas saat ini, para peneliti mengamati data cuaca dari tiga benua dan menggunakan simulasi model komputer untuk membandingkan iklim seperti saat ini dengan iklim di masa lalu. Para peneliti menemukan bahwa emisi gas rumah kaca tidak hanya membuat gelombang panas ekstrem menjadi lebih sering terjadi, tetapi juga membuat gelombang panas saat ini lebih panas daripada yang seharusnya terjadi.

"Tidak mengherankan jika ada hubungan antara iklim dan panas ekstrem. Kita tahu bahwa kita menambahkan lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfer dan kita terus menambahkan lebih banyak lagi melalui pembakaran bahan bakar fosil. Semakin banyak panas yang kita masukkan ke atmosfer kita, maka akan menghasilkan peristiwa panas yang lebih besar,” kata Bernadette Woods Placky, kepala ahli meteorologi di Climate Central, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement