Selasa 11 Feb 2025 14:39 WIB

Kebijakan Trump Cabut Larangan Sedotan Plastik Tuai Kecaman

Banyak perusahaan multinasional yang sudah beralih dari sedotan plastik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Presiden Donald Trump memegang perintah eksekutif setelah menandatanganinya pada acara parade Pelantikan Presiden di Washington, Senin (20/1/2025) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Matt Rourke
Presiden Donald Trump memegang perintah eksekutif setelah menandatanganinya pada acara parade Pelantikan Presiden di Washington, Senin (20/1/2025) waktu setempat.

ESGNOW.ID, WASHINGTON -- Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mencabut larangan penggunaan sedotan plastik di lembaga pemerintah federal menuai kecaman. Langkah ini menargetkan kebijakan mantan Presiden Joe Biden untuk mengakhiri penggunaan plastik sekali pakai termasuk sedotan, dalam operasional pemerintah federal. 

Banyak perusahaan multinasional yang sudah beralih dari sedotan plastik dan mengurangi penggunaan plastik dari operasional inti mereka untuk mencapai tujuan berkelanjutan. Keputusan Trump untuk kembali menggunakan sedotan plastik dianggap sebagai pengecualian dalam dunia bisnis, di mana banyak perusahaan sedang berusaha untuk mengurangi penggunaan plastik.

Baca Juga

Direktur kampanye kelompok lingkungan Oceana, Christy Leavitt mengatakan perintah eksekutif Trump lebih untuk mengirimkan pesan dibandingkan menemukan solusi. Ia mencatat sebagian besar pemilik hak suara AS mendukung perusahaan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai untuk kemasan produk mereka.

"Presiden Trump bergerak ke arah yang salah dalam plastik sekali pakai. Dunia sedang dilanda krisis polusi plastik dan kita tidak bisa lagi mengabaikan ancaman lingkungan terbesar yang dihadapi laut dan planet kita saat ini," kata Leavitt, Senin (10/2/2025).

Perusahaan-perusahaan industri plastik AS sangat senang dengan keputusan Trump. "Sedotan hanya awalan, Kembali ke Plastik adalah gerakan yang kita semua harus dukung," kata CEO Asosiasi Industri Plastik (PIA) AS Matt Seaholm.

Menurut kelompok advokasi Straws Turtle Island Restoration Network, setiap hari lebih dari 390 juta sedotan digunakan di AS, sebagian besar digunakan selama 30 menit atau kurang. Kelompok itu mengatakan sedotan plastik membutuhkan waktu setidaknya 200 tahun untuk terurai dan merupakan ancaman bagi kura-kura dan satwa lainnya, karena plastik akan terurai menjadi mikroplastik.

"Demi mencegah kura-kura laut lainnya menjadi korban plastik, kita harus mengubah gaya hidup pribadi untuk berjuang untuk spesies-spesies ini," kata kelompok itu dalam pernyataannya.

PBB mengatakan setiap tahun dunia memproduksi lebih dari 400 juta ton plastik baru. Sekitar 40 persen plastik digunakan untuk pengemasan.

Di seluruh dunia, negara-negara membuat kesepakatan untuk mengatasi polusi plastik. Pemimpin dunia menggelar negosiasi dalam Pertemuan Polusi Plastik PBB di Korea Selatan tahun lalu.

Pertemuan itu akan dilanjutkan tahun ini. Para pemimpin lebih dari 100 negara akan membuat perjanjian untuk membatasi produksi plastik dan upaya untuk membersihkan dan mendaur ulangnya.

AS, Cina, dan Jerman merupakan pemain terbesar dalam perdagangan plastik global. Produsen AS meminta Trump untuk tetap berada di meja perundingan, dan kembali ke posisi Biden sebelumnya yang fokus pada perancangan ulang produk plastik, daur ulang, dan penggunaan kembali.

Sekretaris staf Gedung Putih Will Scharf yang hadir saat Trump menandatangani perintah eksekutif soal sedotan plastik, memberitahu Trump dorongan untuk sedotan kertas sangat merugikan pemerintah dan industri swasta.

"Dan membuat konsumen di seluruh negeri sangat tidak puas dengan sedotan mereka. Itu benar-benar sesuatu yang memengaruhi orang Amerika biasa dalam kehidupan sehari-hari mereka," kata Scharf.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement