ESGNOW.ID, QUEENSLAND – Pemerintah Australia melaporkan bahwa Great Barrier Reef mengalami pemutihan (bleaching) terluas sejak 2016 pada musim panas tahun ini. Ini merupakan kali kedua berturut-turut terumbu karang terbesar di dunia itu mengalami pemutihan massal.
Ilmuwan dan aktivis lingkungan khawatir fenomena ini menjadi pola yang normal akibat krisis iklim. Wakil Presiden International Coral Reef Society sekaligus profesor di University of New South Wales, Tracy Ainsworth, menyebut masa jabatan pemerintahan Australia berikutnya mungkin menjadi kesempatan terakhir untuk menyelamatkan keajaiban alam tersebut.
“Ini mengerikan. Dampak peristiwa pemutihan yang parah dan berulang selama satu dekade terakhir telah mengubah ekosistem alami dan kehidupan terumbu karang,” kata Ainsworth seperti dikutip The Guardian, Sabtu (19/4/2025).
Dalam laporan terbarunya yang dirilis Rabu (16/4/2025), Otoritas Taman Laut Great Barrier Reef mengungkapkan bahwa data pemantauan menunjukkan pemutihan meluas di bagian utara dan ujung utara terumbu.
“Ini adalah peristiwa pemutihan keenam sejak 2016. Meski tidak seluas pemutihan karang pada 2023–2024, ini merupakan kedua kalinya berturut-turut terumbu mengalami pemutihan besar selama musim panas,” tulis laporan tersebut.
Menurut Otoritas, pemutihan massal dipicu oleh gelombang panas laut akibat meningkatnya suhu global. Pemutihan beruntun sebelumnya terjadi pada musim panas 2016 dan 2017.
Pemutihan pada 2024 tercatat sebagai yang terluas dalam sejarah. Selain suhu laut ekstrem, banjir akibat curah hujan tinggi di Queensland turut merusak terumbu karang pesisir di sejumlah wilayah.
Pemerintah Australia sebelumnya mengalokasikan dana sebesar 1,2 miliar dolar AS hingga 2030 untuk upaya konservasi Great Barrier Reef. Namun dalam anggaran terbarunya, belum ada penambahan dana khusus untuk pemulihan ekosistem terumbu. Partai Buruh yang kini berkuasa hanya menjanjikan tambahan sebesar 10 juta dolar AS untuk program edukasi terkait pelestarian terumbu karang.
Meski kondisi Great Barrier Reef semakin mengkhawatirkan, isu ini belum menjadi topik utama dalam debat atau kampanye politik antara Perdana Menteri petahana dan pesaingnya dari Queensland.