Meskipun pulau tersebut tergolong kecil dan berada di kawasan hutan lindung, PT GN masuk dalam daftar 13 perusahaan yang dikecualikan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2004 dari larangan penambangan terbuka di hutan lindung. Seluruh perizinan, mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), persetujuan lingkungan, hingga izin pinjam pakai kawasan hutan telah dimiliki PTGN.
Hasil pantauan drone dan citra satelit menunjukkan bukaan lahan seluas 187,87 hektare. Hanif menyebut, secara kasat mata, pelaksanaan tambang PTGN relatif taat terhadap kaidah lingkungan. Namun, KLHK tetap akan mendalami dampak terhadap terumbu karang yang mengelilingi pulau tersebut.
Berbeda dengan PT GN, PT ASP yang beroperasi di Pulau Manuran (luas 743 hektare) diduga menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Bukaan lahan seluas 109 hektare dan buruknya manajemen lingkungan membuat KLHK memasang papan pengawasan di lokasi. Dokumen persetujuan lingkungan PT ASP diterbitkan Bupati Raja Ampat dan hingga kini belum diserahkan kepada KLHK untuk ditinjau ulang.
Pulau Manuran juga berada dalam ekosistem yang sangat rentan. Kementerian Lingkungan Hiduo menilai pemulihan atas kerusakan lingkungan di pulau kecil seperti ini sangat sulit dilakukan. “Kegiatan pertambangan di pulau kecil seharusnya tidak dilakukan, sebagaimana ditegaskan dalam putusan MA No. 57/2022 dan MK yang memperkuat pelarangan tambang tanpa syarat di pulau kecil,” kata Hanif.
Kementerian juga memantau PT KSM yang beroperasi di Pulau Kawei (luas 4.561 hektare). Bukaan lahan seluas 89,29 hektare ditemukan, termasuk sekitar 5 hektare yang berada di luar izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPK). Kementerian akan meninjau ulang dokumen lingkungan perusahaan ini dan mempertimbangkan penegakan hukum administratif.
Sementara itu, PT MRP yang beroperasi di dua lokasi, yaitu Mayapun dan Batang Pele, tercatat baru menjalankan eksplorasi berupa pengeboran di 10 titik. Perusahaan ini belum memiliki dokumen lingkungan maupun izin pinjam pakai kawasan hutan. Kementerian telah menghentikan kegiatan eksplorasi tersebut dan menegaskan persetujuan lingkungan kemungkinan besar tidak akan diberikan.
Hanif menegaskan, semua kegiatan pertambangan di pulau kecil akan dikaji ulang mengacu pada UU Pengelolaan Pulau Kecil, serta putusan MA dan MK. “Kami akan meminta Bupati Raja Ampat meninjau ulang seluruh dokumen persetujuan lingkungan yang diterbitkan, terutama untuk perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah rawan dan rentan terhadap kerusakan ekosistem,” ujarnya.
Tindak lanjut terhadap pelanggaran lingkungan di Pulau Manuran dan Kawei akan mencakup pengambilan sampel, pelibatan ahli, hingga potensi sanksi pidana dan perdata. Hanif menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pemberian izin tambang di wilayah pulau kecil karena kerusakannya sulit dipulihkan.
“Pulau-pulau kecil seperti ini merupakan bagian dari ekosistem yang harus kita jaga ketat, terutama di wilayah Raja Ampat yang merupakan kawasan konservasi strategis,” tutup Hanif.