ESGNOW.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperketat skema penilaian program Adipura dengan menerapkan kriteria yang lebih substansial dan berjangka panjang. Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa penghargaan Adipura kini tak lagi bisa diraih secara instan dan pragmatis.
“Penanganan Adipura telah mulai hari ini sampai Desember. Insya Allah, kita bisa lakukan langkah finalisasi, lalu diumumkan saat Hari Peduli Sampah Nasional Februari mendatang,” kata Hanif, Senin (4/8/2025).
Ia menjelaskan, sistem penilaian Adipura kini terdiri atas empat tingkatan: Kota Kotor, Sertifikat, Adipura, dan Adipura Kencana. Kota yang masih memiliki tempat pembuangan sampah (TPS) liar atau menggunakan sistem open dumping akan langsung gugur dari proses seleksi.
“Begitu ada TPS liar atau open dumping, maka dia akan jadi kota kotor dan tidak mungkin masuk dalam penilaian Adipura. Sistem langsung menolaknya,” tegas Hanif.
Tingkatan berikutnya adalah Sertifikat, yang diberikan kepada kota yang sudah bebas dari TPS liar dan open dumping, namun belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang substansial. Adapun kota yang layak menyandang gelar Adipura adalah yang sudah memiliki fasilitas, operasional, anggaran, dan sumber daya manusia (SDM) pengelolaan sampah yang berjalan baik hingga ke tingkat rumah tangga.
Kategori tertinggi adalah Adipura Kencana. Namun, Hanif mengaku pesimistis ada kota yang mampu mencapainya tahun ini. “Saya agak pesimis akan ada yang dapat Adipura Kencana. Nilai rata-rata kota masih di bawah 60, sementara syarat Adipura minimal 75,” ujarnya.
Menurut Hanif, Adipura Kencana hanya bisa diraih oleh kota yang sudah memiliki tempat pemrosesan akhir (TPA) berjenis sanitary landfill dengan sistem residu, bukan tempat pembuangan sampah umum yang besar. “Cukup satu hektare asal hanya residu yang masuk, itu baru layak Kencana,” tambahnya.
Ia menegaskan, meskipun KLHK tidak memberikan insentif dalam bentuk uang tunai, kota-kota yang berhasil meraih Adipura maupun sertifikat tetap akan mendapat apresiasi melalui program-program kementerian.
“Kalau kita tidak bisa pakai sanksi hukum yang keras, kita pakai penghargaan. Ini akan menyentuh hati nurani masyarakat. Pasti akan bertanya, kenapa kotanya kotor,” kata Hanif.
Dengan pendekatan ini, KLHK berharap dapat mendorong pemerintah daerah untuk lebih serius dalam merancang penanganan sampah jangka menengah dan panjang.
View this post on Instagram