Analis Pertanian, Kehutanan, Tata Guna Lahan, dan Perubahan Iklim IESR, Anindita Hapsari mengatakan tanpa langkah strategis dan ambisius untuk menurunkan emisi di semua sektor, Indonesia berisiko menghadapi pemanasan global lebih dari 3 derajat Celsius, berdasarkan pemodelan IESR. Ia mendorong pemerintah untuk merancang pendekatan yang terencana dan bertahap dengan melibatkan seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk mendukung transisi energi Indonesia.
Anindita menekankan pada strategi jangka pendek untuk menangani isu yang mendesak, dan jangka panjang untuk membangun fondasi sistem energi rendah karbon yang berkelanjutan dan selaras Persetujuan Paris.
Dalam jangka pendek, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, menegakkan kepatuhan dalam memastikan implementasi kebijakan yang ada, seperti pengetatan standar emisi bahan bakar, dan penerapan bangunan hijau.
Kedua, memberikan insentif untuk mempercepat adopsi teknologi rendah emisi, seperti elektrifikasi kendaraan darat,dan implementasi mekanisme perdagangan karbon. Ketiga, mendukung sektor seperti pengolahan mineral agar lebih ramah lingkungan dan memprioritaskan dan akselerasi pengadaan energi terbarukan.
Sementara dalam jangka panjang, pemerintah perlu membangun infrastruktur energi terbarukan seperti, mengembangkan kapasitas produksi hidrogen hijau dan amonia sebagai bahan bakar masa depan, dan memperkuat infrastruktur jaringan listrik untuk mendukung integrasi energi terbarukan.
Kedua, menyusun mekanisme pasar yang mendorong efisiensi dan keberlanjutan energi. Ketiga, fleksibilitas sistem listrik dengan layanan tambahan dan inovasi seperti ESCO (Energy Service Companies). Keempat, memperkuat peran daerah dalam implementasi kebijakan transisi energi, seperti pengelolaan sumber daya lokal dan perencanaan energi regional.